Cerita Pendek- FILOSOFI RASA

Ini ceritanya mau dikirimin buat lomba tapi udah keburu jatuh tempo alias telat sehari doang. bikinnya pun cuma beberapa jam dan tanpa proses editing. akhirnya terpaksa diposting di blog pribadi. :(
selamat membaca^^

FILOSOFI RASA
            Aku berjalan menuju halte, semakin lama akupun mempercepat langkahku. Rasanya kepalaku mau pecah mengingat topic pembicaraan teman sekelasku tadi. Entah apa yang merasuki mereka sampai begitu heboh membicarakan tentang sesuatu yang tak kumengerti, sesuatu yang tak pernah kupahami, hal yang menurutku rumit, mereka membicarakan cinta.
            Jangan tanya padaku apa itu cinta, aku tidak tahu harus menjawab apa. Entahlah, aku merasa masih belum perlu tahu, lagipula aku masih SMP. Apa untungnya jika aku mengetahui tentang cinta? Namun pembicaraan teman-teman tadi terdengar mengasyikkan, mereka berbagi tentang pendapat dan pengalaman masing-masing tentang cinta yang menurut mereka indah. Meski tidak semua temanku mengatakan cinta itu indah.
            Aku duduk di halte seperti biasanya setiap pulang sekolah. Aku mengambil sekotak coklat yang belum kusentuh saat jam istirahat tadi, lagi-lagi cinta datang menyelinap kedalam pikiranku. “Apa cinta itu seperti sekotak coklat ini?” gumamku, “bentuknya berbeda-beda dalam satu kotak, kita tidak tahu yang mana yang harus dipilih. Tapi kita penasaran dan ingin mencoba.” Pikirku. Apa seperti itu cinta? Benarkah? Kurasa tidak. Aku jadi teringat kata-kata Shella tadi.
            “Saat kau merasakan cinta, hidupmu jadi berbeda. Semua yang awalnya abu-abu akan terasa penuh warna.” Kata Shella.
            Aku tidak begitu mengerti, apakah benar cinta bisa seperti itu? Lalu jika cinta bisa memberikan warna kehidupan, mengapa masih banyak orang bersedih? Apa mereka bersedih karena tidak merasakan cinta? Bukankah aku juga begitu? Namun aku tidak sedih, aku hanya sedikit gelisah akan ketidakpahamanku tentang rasa yang rumit itu.
            “Tidak selamanya cinta itu indah. Terkadang cinta juga bisa membuat kita menangis, menjerit, bersedih, semua itu karena cinta!” kata Nova siang tadi.
            “Mengapa kau menyalahkan cinta akan kesedihan yang kau rasakan? Mengapa kau menyalahkan cinta akan air mata yang jatuh? Atas dasar apa cinta disalahkan dalam hal itu? cinta tidak membuat orang lain bersedih.” Shella yang percaya akan kekuatan cinta membantah ucapan Nova.
            “Tapi aku pernah menangis karena orang yang kucintai pergi meninggalkanku dan memilih orang lain.” Rara yang duduk disebelahku ikut bersuara.
            “Lalu itu salah cinta? Bukankah tangisanmu karena orangnya? Mengapa kau menyalahkan cinta? Jika dia benar-benar mencintaimu maka dia takkan meninggalkanmu” jawab Shella, sang pakar cinta.
            “Tapi aku menangis karena aku mencintainya.” Balas Rara.
            “Itu berarti kau mencintai orang yang salah, kau mencintai orang yang meninggalkanmu. Lalu apakah itu salah cinta?”
            Kepalaku kembali pening saat mengingat percakapan dengan teman-teman siang tadi. Cinta. Sebuah rasa yang rumit, yang tak kumengerti, yang dapat menimbulkan perdebatan panjang hanya karena membahasnya. Langit mulai mendung, aku berpikir bahwa sebentar lagi pasti akan hujan. Dengan setia aku masih duduk tenang di halte sambil menikmati sekotak coklat tadi.
            Benar saja, hujan turun dengan derasnya, sesekali wajahku terkena cipratan air dari jalan. Aku kedinginan, sendirian, namun entah mengapa aku menikmatinya. Mataku menyapa langit yang mendungnya begitu gelap, awan bergumpal-gumpal diatas sana, membawa turun hujan untuk menyirami pohon di kota. Aku berpikir lagi, apakah cinta seperti awan dan hujan? Awan yang selalu menampung hujan, namun rela melepaskan ketika hujan ingin pergi untuk menyirami pohon, dan awan akan dengan setia menunggu hujan kembali dan menampungnya lagi. Begitukah? Seperti itukah cinta? Benarkah cinta berisi ketulusan?
            Aku tidak tahu, aku tidak mengerti sama sekali.
            “Suatu saat kau akan mengerti, Kira.” Ujar Viona padaku dikelas tadi. “saat cinta itu datang kau akan merasa bahagia, tenang, jantungmu berdegup kencang karena bahagia. Perasaan itu akan meluap-luap.” Jelasnya.
            “Benarkah?” tanyaku.
            “Tentu, kau juga akan dibuat gila karenanya. Cinta bisa melakukan apa saja, cinta bisa membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin. Yang biasa menjadi luar biasa. Cinta itu indah.” Ungkapnya.
            Aku hanya tersenyum melihat Viona menjelaskan itu padaku dengan wajah berseri-seri. Andai aku bisa merasakan seperti apa itu rasanya dibuat gila karena cinta. Pikirku kala itu.
            Rasanya sudah lama aku duduk di halte ini, awalnya aku memang menikmatinya. Namun lama kelamaan rasanya menjadi resah. Aku menunggu seseorang. Hujan semakin deras dan orang itu tak kunjung tiba. Entah berapa lama sedari tadi aku melamun. Sekotak coklat yang kubawa juga sudah kandas. Aku semakin resah saja.
            “Kira!!” suara lelaki yang memanggil namaku membuatku tersentak, kucari dimana sumber suara itu berasal. Ditengah hujan, seseorang yang kutunggu datang dengan sepeda  motor bututnya.
            “Ayah!” teriakku. Akhirnya dia menjemputku, dengan muka basah terkena hujan pun ia masih bisa tersenyum dan memboncengku pulang.
            Aku sudah lupa akan pembahasan tentang cinta dikelas tadi, yang kuingin hanya segera pulang sekarang. Sudah lama aku menunggu, aku merasa bahagia, tenang, jantungku berdegup kencang karena bahagia. Perasaanku sungguh meluap-luap, ingin kupeluk orang itu saat ini juga.
            Apakah ini cinta?
*****

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRAKTIKUM KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

MAKALAH ISLAM SEBAGAI AGAMA FITRAH

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA