MAKALAH ISLAM SEBAGAI AGAMA FITRAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Islam
adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-rasul-Nya untuk diajarkankan
kepada manusia. Dibawa secara berantai (estafet) dari satu generasi ke generasi
selanjutnya dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat,
hidayat, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manifestasi dari sifat rahman
dan rahim Allah swt. Fitrah berarti suci,fitrah berarti kesucian dalam jasmani
dan rohani. Bila dikaitkan dengan potensi beragama, kesucian tersebut dalam
arti kesucian manusia dari dosa waris atau dosa asal.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah yang
dimasud fitrah?
2.
Bagaimanakah
Islam sebagai agama yang fitrah?
3.
Bagaimana cara
untuk mempertahankan fitrah yang ada dalam diri kita?
1.3 Tujuan &
Manfaat
1.
Untuk mengetahui
pengertian fitrah.
2.
Mengetahui agama
islam sebagai agama yang fitrah.
3.
Mempertebal iman
dan memperluas pengetahuan tentang agama islam sebagai agama yang fitrah dan
dapat mengetahui cara untk mempertahankan fitrah yang ada dalam diri kita.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fitrah
Secara bahasa, fitrah artinya al
khilqah yaitu keadaan asal ketika seorang manusia diciptakan oleh
Allah (lihat Lisaanul Arab 5/56, Al Qamus Al Muhith 1/881).
Fitrah berarti kondisi penciptaan
manusia yang cenderung menerima kebenaran. Fitrah dalam arti potensi dasar
manusia sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah. Sebagaimana firman Allah
surat yasin ayat 22: “Mengapa aku tidak menyembah (Allah) yang telah
menciptakanku” . Fitrah dalam arti ketetapan atau kejadian asal manusia
mengenai kebahagiaan dan kesesatannya. Manusia lahir dengan ketetapannya,
apakah nanti ia akan menjadi orang bahagia atau menjadi orang yang sesat.
Fitrah berarti
kesucian, terdapat dalam sebuah hadis yang berbunyi, "Setiap orang
dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Orang tuanyalah yang kemudian
menjadikan dia seorang Yahudi, Nasrani, maupun Majusi" (H.R. Bukhari
Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Imam Malik, Imam Hambali).
2.1.1
Fitrah dalam arti tabiat alami manusia
Manusia
lahir dengan membawa tabi’at (perwatakan) yang berbeda- beda. Watak tersebut
dapat berupa jiwa pada anak atau hati sanubari yang dapat mengantarkan untuk
sampai pada ma’rifatullah. Sebelum usia baligh, anak belum bisa membedakan
antara iman dan kafir, karena wujud fitrah terdapat dalam qalb yang dapat
mengantarkan pada pengenalan kebenaran tanpa terhalang apapun.
2.1.2
Fitrah dalam arti Insting (Gharizah) dan wahyu dari Allah (Al Munazalah) Ibnu
Taimiyah membagi fitrah dalam dua macam:
a.
Fitrah Al Munazalah
Fitrah
luar yang masuk dalam diri manusia. Fitrah ini dalam bentuk petunjuk al qur’an
dan sunnah yang digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi Fitrah Al
Gharizahah
b.
Fitrah Al Gharizah
Fitrah
inheren dalam diri manusia yang memberi daya akal yang berguna untuk
mengembangkan potensi dasar manusia.
2.2 Islam Sebagai Agama Fitrah
Fitrah manusia dan nilai-nilai luhur
yang bersumber darinya, mendapat perhatian agama-agama ilahi khususnya agama
Islam. Pada realitanya fitrah dan agama, keduanya bersumber dari satu mata air
iaitu dari Allah swt dan yang menunjukkan kepada manusia jalan kebahagiaan yang
sebenarnya. Agama Islam sebagai agama terakhir menyodorkan program yang lengkap
untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Ajaran ini telah ditetapkan
oleh Tuhan dan mencakup semua manusia. Allah tidak memiliki kepentingan apapun
dengan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.
Allah
Swt. memberitakan, tidak ada perubahan bagi agama yang diciptakan-Nya untuk
manusia. Jika Allah Swt. tidak mengubah agamanya, selayaknya manusia pun tidak
mengubah agama-Nya atau menggantikannya dengan agama lain. Oleh karena itu,
menurut sebagian mufassir, sekalipun berbentuk khabar nafî (berita yang
menafikan), kalimat ini memberikan makna thalab nahî (tuntutan untuk
meninggalkan). Dengan demikian, frasa tersebut dapat diartikan: Janganlah kamu
mengubah ciptaan Allah dan agamanya dengan kemusyrikan;janganlah mengubah
fitrahmu yang asli dengan mengikuti setan dan penyesatannya; dan kembalilah
pada agama fitrah, yakni agama Islam.
Yang dimaksud dengan agama yang fitrah
ialah Islam. Setiap manusia lahir dalam keadaan berislam
Allah Ta’ala berfirman:
Allah Ta’ala berfirman:
أَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui” (QS. Ar Ruum: 30)
Seoang
ulama pakar tafsir, Imam Ibnu Katsir, menjelaskan ayat ini: “Maksudnya adalah
tegakkan wajahmu dan teruslah berpegang pada apa yang disyariatkan Allah
kepadamu, yaitu berupa agama Nabi Ibrahim yang hanif, yang merupakan pedoman
hidup bagimu. Yang Allah telah sempurnakan agama ini dengan puncak
kesempurnaan. Dengan itu berarti engkau masih berada pada fitrahmu yang salimah (lurus
dan benar). Sebagaimana ketika Allah ciptakan para makhluk dalam keadaan itu. Yaitu
Allah menciptakan para makhluk dalam keaadan mengenal-Nya, mentauhidkan-Nya dan
mengakui tidak ada yang berhak disembah selain Allah” (Tafsir Ibnu Katsir,
6/313)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Islam adalah
agama yang fitrah yang pasti akan diterima oleh semua orang yang memiliki
fitrah yang salimah”. Artinya orang yang memiliki jiwa yang bersih
sebagaimana ketika ia diciptakan pasti akan menerima ajaran-ajaran Islam dengan
lapang dada.
2.2.1
kesesuaian Islam dengan fitrah manusia juga dapat terlihat pada beberapa fakta
berikut:
o Pertama: adanya gharîzah at-tadayyun (naluri
beragama) pada diri setiap manusia sehingga ia bisa merasakan dirinya lemah dan
ringkih. Ia membutuhkan Zat Yang Maha Agung, yang berhak untuk disembah dan
dimintai pertolongan. Karenanya, manusia membutuhkan agama yang menuntun
dirinya melakukan penyembahan (‘ibâdah) terhadap Tuhannya dengan benar.
o Kedua: dengan akal yang diberikan Allah Swt.
pada diri setiap manusia, ia mampu memastikan adanya Tuhan, Pencipta alam
semesta. Sebab, keberadaan alam semesta yang lemah, terbatas, serba kurang, dan
saling membutuhkan pasti merupakan makhluk. Hal itu memastikan adanya al-Khâliq
yang menciptakannya. Dengan demikian, kebutuhan manusia pada agama, selain
didorong oleh gharîzah at-tadayyun, juga oleh kesimpulan akal.
Lebih jauh, akal
manusia juga mampu memilah dan memilih akidah dan agama yang benar. Akidah
batil akan dengan mudah diketahui dan dibantah oleh akal manusia. Sebaliknya,
argumentasi akidah yang haq pasti tak terbantahkan sehingga memuaskan akal
manusia.
Oleh karena itu, secara
fitri manusia membutuhkan akidah dan agama yang haq, agama yang menenteramkan
perasaan sekaligus memuaskan akal. Islamlah satu-satunya yang haq. Islam dapat
memenuhi dahaga naluri beragama manusia dengan benar sehingga menenteramkannya.
Islam juga memuaskan akalnya dengan argumentasi-argumentasinya yang kokoh dan
tak terbantahkan. Dengan demikian, Islam benar-benar sesuai dengan fitrah dan
tabiat manusia. Karena begitu sesuainya, az-Zamakhsyari dan an-Nasafi
menyatakan, “Seandainya seseorang meninggalkan Islam, mereka tidak akan bisa
memilih selain Islam sebagai agamanya.”
Kesesuaian fitrah
manusia dengan Islam juga dijelaskan dalam dalil-dalil naqli. Alah Swt.
berfirman:
]وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِيْ آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ
وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوْا بَلَى شَهِدْنَا[
Ingatlah ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”
(QS al-A‘raf [7]: 172).
Rasulullah saw. juga
bersabda:
«مَا
مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ
وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ»
Tidak ada seorang anak
kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orangtuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR
al-Bukhari).
Hadis
di atas menjelaskan tentang kondisi awal setiap manusia. dinyatakan, setiap
bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, namun fitrah yang dimaksudkan di sini
adalah pengakuan terhadap Allah Swt. pendidikan yang salah dari orangtua
merekalah yang menjadi faktor penyebab keluarnya manusia dari fitrahnya. Namun
demikian, faktor dalam diri manusia juga turut menjadi penyebabnya. (Lihat: QS
al-A‘râf [7]: 179).
Islam
memberikan pandangan, pemikiran, pengarahan dan pemantapan untuk kebaikan hidup
manusia yang layak dan sesuai dengan fitrahnya. Jika seseorang memihak kepada
kebatilan, maka perbuatan tersebut bertentangan dengan hati nuraninya secara
fitrah. Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, berarti bahwa
manusia sejak lahir secara naluri fitri, telah mempercayai Islam itu secara
sadar, ikhlas dan betul-betul memiliki perasaan yang sangat dalam dan tidak
bertentangan dengan hati nurani manusia itu.
2.3 Cara Mempertahankan
Fitrah
1. Dengan jalan Muraqabah.
Jiwa
yang selalu merasa diawasi oleh Allah SWT sehingga ia selalu takut berbuat
segala sesuatu yang menimbulkan kemarahannya.Al Mujaadillah ayat 7.tidakkah
kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan
di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah
keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah
keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau
lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada.
kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka
kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
2. Dengan jalan Mu’ahadah
Mengingat
dan mengokohkan kembali perjanjian kita dengan Allah SWT di alam ruh. Di sana
sebelum kita menjadi janin yang diletakkan di dalam rahim ibu kita dan ditiupkan
ruh, kita sudah dimintai kesaksian oleh Allah, “Bukankah Aku ini Rabbmu?”
Mereka menjawab: “Benar (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi”.(QS. 7:172).
Allah juga mengingatkan dalam surat Al Baqarah:83 dan (ingatlah), ketika Kami
mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain
Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji
itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.
3.
Muhasabah (evaluasi)
Jiwa
yang selalu memperhitungkan dan mempertimbangkan segala amalannya dalam
perspektif kehidupan akhirat seperti firman Allah SWT dalam surat Al Hasyr ayat
ke-18.”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan”.
Melakukan muhasabah
(evaluasi) terhadap dirinya atas kebaikan dan keburukan yang telah ia kerjakan,
meneliti kebaikan dan keburukan yang ia miliki, agar ia tidak terperanjat kaget
dengan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya pada hari kiamat.
Dari Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda : “Orang cerdas (berakal) ialah orang
yang menghisab dirinya dan berbuat untuk setelah kematian. Dan, orang yang
lemah ialah orang yang mengikutkan dirinya kepada hawa nafsunya dan
berangan-angan kepada Allah.” (At-Tirmidzi)
4.
Mua’qabah
Selain
mengingat perjanjian (mu’ahadah), sadar akan pengawasan (muraqabah) dan sibuk
mengkalkulasi diri, kita pun perlu meneladani para sahabat dan salafus-shaleh
dalam meng’iqab (menghukum/menjatuhi sanksi atas diri mereka sendiri). Dengan
kata lain jiwa yang selalu menghukum dirinya apabila terlanjur khilaf berbuat
Maksiyat (salah). Allah SWT telah memberikan petunjuk kepada kita seperti
terlihat dalam surat Al Hajj:78. dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai
kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al
Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua
menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah
zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka
Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.
5.
Mujahadah
Jiwa
yang selalu sungguh-sungguh dalam beramal ibadah. Mujahadah adalah upaya keras
untuk bersungguh-sungguh melaksanakan ibadah kepada Allah, menjauhi segala yang
dilarang Allah dan mengerjakan apa saja yang diperintahkan-Nya. Salah satu
benteng pertahanan yang paling kuat adalah keimanan. Jika keimanan seseorang
menjadi benteng yang kokoh, ia tidak dapat mudah digoyah sehingga fitrah
dirinya terus bersemi dan terpatri sampai kapan pun selama keimanan itu tetap
ada. Jika goyah imannya karena pengaruh dan godaan atau sama sekali tidak ada
imannya, fitrah dirinya juga akan hilang begitu saja.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Islam berarti suatu nama bagi agama yang
ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang rasul.
Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam merupakan ajaran manusia mengenai berbagai
segi dari kehidupan manusia. Fitrah berarti Yang dimaksud dengan fitrah Allah
adalah segala sesuatu yang diciptakan Allah. Manusia diciptakan Allah memiliki
naluri beragama yaitu agama tauhid (Islam). Cara untuk mempertahankan fitrah
adalah dengan jalan Muraqabah, Mu’ahadah, Muhasabah, Mua’qabah, dan Mujahadah.
DAFTAR
PUSTAKA
Uyeh
BalasHapus