PENDIDIKAN NONFORMAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan negara.
Salah satu agenda utama bagi
pembangunan nasional adalah sektor pendidikan. Melalui pendidikan negara dapat
meningkatkan sumber daya manusia yang berimplikasi pada kemajuan di berbagai
bidang kehidupan lainnya, seperti:
sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itulah pemerintah harus
memenuhi hak setiap warga dalam memperoleh layananan pendidikan sebagaimana diamanatkan
dalam Pembukaan UUD 1945.
Pendidikan tidak hanya berperan besar dalam kemajuan bangsa,
melainkan juga berkaitan dengan pasar bebas yang semakin kompetitif, pendidikan
hendaknya dipandang dapat mengakomodir masyarakat agar suatu negara memiliki manusia-manusia
yang berkualitas. Melalui pendidikan dapat menciptakan tenaga kerja yang tidak
hanya kaya akan pengetahuan teoritis melainkan juga praktis, penguasaan
teknologi, dan memiliki keahlian khusus. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar
pengevaluasian dan peningkatan pendidikan di setiap negara secara berkesinambungan.
Pendidikan tidak hanya berupa pendidikan formal atau
pendidikan di sekolah saja. Melihat sedemikian penting peranan pendidikan,
kemunculan pendidikan non formal dapat dipandang sebagai salah satu upaya
pemerintah untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk di berbagai negara,
termasuk di Indonesia. Maka dari itu dalam makalah kali ini kami akan mengulas
mengenai pendidikan nonformal untuk lebih mengetahui bagaimana pengertian dan karakteristik
dari pendidikan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari pendidikan nonformal?
2.
Bagaimana karakteristik pendidikan nonformal?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari pendidikan nonformal
2.
Untuk mengetahui karakteristik tentang pendidikan nonformal
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Nonformal
Pendidikan
nonformal telah didefinisikan oleh Kleis (1973:6) sebagai usaha pendidikan yang
melembaga dan sistematis (biasanya di luar sekolah tradisional) di mana isi
diadaptasikan pada kebutuhan-kebutuhan peserta didik yang spesifk (atau situasi
yang spesifik) untuk memaksimalkan belajar dan meminimalkan unsur-unsur lain
yang sering dilakukan oleh guru sekolah formal.
Pendidikan
nonformal fokus pada pengetahuan dan keterampilan praktis. Sementara sekolah
(pendidikan formal) sering fokus pada informasi yang menunda aplikasi. Menurut
Tight (1983:6) pendidikan nonformal merupakan usaha pendidikan yang disengaja
yang dilaksanakan diluar sistem persekolahan.
Paulston
(dalam La Belle, 1976 : 12) mengemukakan bahwa pendidikan nonformal adalah
aktivitas-aktivitas pendidikan dan pelatihan diluar sekolah yang terstruktur
dan sistematis dalam durasi yang relatif pendek yang disponsori oleh para agen
untuk terjadinya perubahan perilaku yang konkret dalam penduduk sasaran
tertentu. Sementara menurut Brembeck (dalam La Belle, 1976 : 12), pendidikan
nonformal berkaitan dengan kegiatan-kegiatan belajar yang terjadi diluar sistem
pendidikan yang diorganisasi secara formal untuk mendidik kea rah tujuan tujuan
khusus di bawah sponsorship, baik orang, kelompok, maupun organisasi.
Menurut
UU RI Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Selanjutnya, dijabarkan pada pasal 26, bahwa (1) pendidikan nonformal
diselanggarakan bagi warga masyarakat yang memerlikan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap, pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. (2) pendidikan nonformal berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian professional. (3) pendidikan nonformal meliputi pendidikan
kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan, dan
pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan
untuk menegembangkan kemampuan peserta didik. (4) satuan pendidikan nonformal
terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang
sejenis. (5) kursus dan pelatihan diselanggarakan bagi masyarakat yang
memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk
mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan
melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. (6) hasil pendidikan nonformal dapat
dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang
ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan. (7) ketentuan mengenai penyelanggaraan pendidikan nonfomal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan
ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
2.2 Karakteristik Pendidikan
Nonformal
Pendidikan
nonformal yang inovatif memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Program pendidikan nonformal muncul
sebagai inovasi untuk memecahkan masalah yang menekan dalam masyarakat
tertentu.
2. Tujuan pendidikan nonformal
diorientasikan bukan untuk memperoleh sertifikat.
3. Pendidikan nonformal menekankan pada
pemecahan masalah-masalah khusus daripada belajar mata pelajaran yang abstrak.
4. Pendidikan nonformal membantu
memprakarsai sebuah program atau proyek setelah fase eksperimental.
5. Pendidikan nonformal fleksibel,
berpusat pada peserta didik , dan partisipatori.
6. Pendidikan nonformal lebih praktis
daripada teoritis
7. Otonom pada tingkat program dan
kesempatan yang kurang dari kontrol luar.
8. Lebih bersifat ekonomis karena
menggunakan fasilitas yang ada.
9. Pendidikan nonformal berlangsung
sepanjang proses kehidupan.
Combs
& Ahmed (1973: 233-234) mengetengahkan ada beberapa sifat atau
karakteristik pendidikan nonformal, sebagai berikut.
1) Keluwesan (fleksibilitas) untuk
disesuaikan dengan kebutuhan khusus setempat, serta dalam mengubah dan
menyesuaikan kondisi kesempatan dalam memilih mata pelajaran serta memilih cara
mengajarnya dalam mengadakan kombinasi pelajaran teori dan latihan praktis.
2) Keleluasaan untuk disesuaikan dengan
keperluan anak didik, misalnya dengan mengatur pengajaran sambilan yang
disesuaikan dengan tugas pada tempat bekerja atau dalam kalangan keluarga
dengan menyusun satuan-satuan pelajaran yang tertentu yang boleh dipelajari dan
diselesaikan oleh masing-masing siswa dalam jangka waktu yang lebih cocok. Di
samping itu, yang memungkinkan mereka dapat masuk keluar berganti-ganti ke
dalam proses pengajaran, sesuai dengan kehendak dan kesempatan masing-masing.
3) Kemampuan untuk memanfaatkan tenaga
ahli, fasilitas, dan dukungan masyarakat setempat. Untuk memupuk rasa turut
memiliki dan turut mengurus dikalangan masyarakat yang bersangkutan sehingga
masyarakat memperoleh kesempatan pendidikan yang lebih mampu bertahan dalam
segi ekonominya (Combs & Ahmed, 1973: 233-234).
Callaway
dalam La Belle (1973: 18) mengemukakan
sifat umum pendidikan nonformal sebagai berikut.
1) Merupakan pelengkap pendidikan
formal.
2) Beragam dalam hal organisasi,
sponsor, dan metode-metode pembelajaran.
3) Sukarela dan mencakup rentangan
usia, latar belakang dan kepentingan-kepentingan yang luas.
4) Tidak mengalah pada perolehan
kredensial atau diploma.
5) Menyesuaikan tempat tinggal dan
pekerjaan para peserta didik.
6) Lentur (fleksibel) dan dapat
disesuaikan (adaptable) dalam hal waktu, lama, dan tujuan.
Menurut
O.P. Dahama dan O.P. Bhatnager (1981: 6), pendidikan nonformal memiliki
karakteristik sebagai berikut.
1) Fleksibel
2) Berorientasi pada kehidupan,
lingkungan, dan peserta didik.
3) Beragam dalam isi dan metode.
4) Tidak otoriter
5) Dibangun berdasarkan partisipasi
peserta didik.
6) Memobilisasi sumber-sumber local
7) Memperkaya potensi manusia dan
lingkungan.
Menurut
La Belle (1976: 1), pendidikan nonformal umumnya mengarah pada program-program luar
sekolah yang terorganisasi untuk memberikan pengalaman belajar yang spesifik
bagi populasi sasaran tertentu. Biasanya dihubungkan dengan Negara-negara
terbelakang, mayoritas usaha-usaha pendidikannya ditujukan pada orang dewasa
maupun pemuda yang miskin secara sosial dan ekonomi, yang mencakup ekstensi
pertanian, pembangunan masyarakat, peningkatan kesadaran, pelatihan
teknis/vokasional, dan program-program yang sejenis. Program ini biasanya dirancang
untuk memperbaiki daya atau status partisipan dengan menambah stok keterampilan
dan pengetahuan untuk mengubah sikap-sikap dasar dan nilai-nilai kearah
pekerjaan dan kehidupan. Dengan berkonsentrasi pada peningkatan daya dan status
penduduk miskin secara sosial ekonomi, diskusi pendidikan nonformal harus
mempertimbangkan lebih dari sekadar perubahan perilaku partisipan maupun sistem
sosial yang lebih luas untuk meniali cara-cara perilaku berinteraksi dengan
lingkungan fisik dan manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pendidikan nonformal adalah jalur
pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang.
Pendidikan
nonformal yang inovatif memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Program pendidikan nonformal muncul
sebagai inovasi untuk memecahkan masalah yang menekan dalam masyarakat
tertentu.
2. Tujuan pendidikan nonformal
diorientasikan bukan untuk memperoleh sertifikat.
3. Pendidikan nonformal menekankan pada
pemecahan masalah-masalah khusus daripada belajar mata pelajaran yang abstrak.
4. Pendidikan nonformal membantu
memprakarsai sebuah program atau proyek setelah fase eksperimental.
5. Pendidikan nonformal fleksibel,
berpusat pada peserta didik , dan partisipatori.
6. Pendidikan nonformal lebih praktis
daripada teoritis
7. Otonom pada tingkat program dan
kesempatan yang kurang dari kontrol luar.
8. Lebih bersifat ekonomis karena
menggunakan fasilitas yang ada.
9. Pendidikan nonformal berlangsung
sepanjang proses kehidupan.
3.2
Saran
Untuk peningkatan prestasi belajar
individu dalam menempuh pendidikan yang berkualitas, maka saran yang penulis
berikan antara lain : Meningkatkan ketertarikan individu terhadap pendidikan, berusaha
meningkatkan iman dan taqwa, sehingga individu dapat berperilaku dan berbuat
sesuai dengan ajaran agama yang mulia, dan meningkatkan peran serta lingkungan
pendidikan semaksimal mungkin untuk dapat membimbing dan mengarahkan individu
untuk lebih berprestasi dalam pendidikan mereka.
kerren
BalasHapus(y)
BalasHapus