Evaluasi dalam Islam


Evaluasi  dalam Perspektif Islam
            Manusia adalah makhluk yang dianugrahi kemampuan berfikir atau akal. Anugrah tersebut patut disyukuri. Namun terkadang kita sebagai manusia tidak mempergunakan akal kita dengan cara yang bijak sehingga seringkali terjerumus dalam kesalahan. Di sisi lain, jika manusia mempergunakan akal nya dengan cara yang benar maka manusia tersebut bisa mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya menjadi lebih baik. Dalam hal ini, perlu dilakukan evaluasi agar manusia menjadi lebih baik dari sebelumnya.
            Evaluasi dalam pendidikan Islam menurut Arifin (1991:238) dalam Syahril (2007:3) merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku manusia didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental psikologis dan spiritual religius karena manusia hasil pendidikan bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religius melainkan juga berilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya.
            Di dalam Islam, Allah SWT melakukan evaluasi kepada manusia dengan tujuan untuk menguji dan mengukur tingkat keimanan manusia kepada-Nya. Evaluasi yang dilakukan Allah SWT kepada manusia untuk mengukur iman manusia yaitu dengan memberi cobaan atau ujian. Cobaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia beragam, mulai dari cobaan yang ringan hingga yang berat. Salah satu contoh manusia yang diberikan cobaan berat oleh Allah SWT adalah nabi Ayub AS yang diuji dengan penyakit kulit yang sangat parah. Namun nabi Ayub AS tetap bersabar dan bertakwa kepada Allah SWT hingga cobaannya selesai.
            Terlepas dari semua itu perlu diketahui bahwa cobaan yang diberikan oleh Allah SWT tidak akan melebihi batas kemampuan hambanya. Karena pada dasarnya evaluasi yang dilakukan oleh Allah SWT bertujuan untuk menguji dan mengukur tingkat keimanan manusia kepada-Nya.
Dengan demikian, pekerjaan evaluasi Tuhan pada hakekatnya adalah bersifat mendidik hamba-Nya agar sadar terhadap fungsinya selaku hamba-Nya, yaitu menghambakan diri hanya kepada-Nya (Syahril, 2007:3). 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRAKTIKUM KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

MAKALAH ISLAM SEBAGAI AGAMA FITRAH

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA